Aspek
Hukum Dalam Ekonomi #
TM-13
& TM-14
Nama
Kelompok :
1. Anggie Salsabila Prastika (20217768)
2. Rosyelina Azhari Rachmawati ( )
3. Wandansari Dwi Tamtamajati (26217165)
4. Andry Ferdinand Dito (2B218038)
5. Maskhulatul Laily Styaningastuty (2B218040)
6. Moch Rifqi Ramadhani (2B218039)
Kelompok
: 7
Kelas
: 2EB18
UNIVERSITAS
GUNADARMA
FAKULTAS
EKONOMI
ATA
2018/2019
A. HAL-HAL
YANG DIKECUALIKAN DARI UNDANG-UNDANG ANTIMONOPOLI
Hal-hal
yang dikecualikan dari undang-undang Monopoli, antara lain
perjanjian-perjanjian yang dikecualikan; perbuatan yang dikecualikan;
perjanjian dan perbuatan yang dikecualikan.
1.
Penjanjian
yang Dikecualikan
a.
Perjanjian
yang berkaitan dengan hak atas kekayaanintelektual, termasuk lisensi, paten,
merek dagang, hakcipta, desain produk industri, rangkaian elektronik
terpadu,dan rahasia dagang.
b.
Perjanjian
yang berkaitan dengan waralaba
c.
Perjanjian
penetapan standar teknis produk barang dan/atau jasa yang tidak mengekang
dan/atau menghalangi persaingan
d.
Perjanjian
dalam rangka keagenan yang isinya tidak memuat ketentuan untuk memasok kembali
barang dan/atau jasa dengan harga yang lebih rendah dari harga yang telah
diperjanjikan.
e.
Perjanjian
kerja sama penelitian untuk peningkatan atau perbaikan standar hidup
masyarakat luas.
2.
Perbuatan
yang Dikecualikan.
a.
Perbuatan
pelaku usaha yang tergolong dalam pelaku usaha
b.
Kegiatan
usaha koperasi yang secara khusus bertujuan untuk melayani anggota.
3.
Perbuatan
dan/atau Perjanjian yang Diperkecualikan
a.
Perbuatan
atau perjanjian yang bertujuan untuk melaksanakan peraturan perundang-undangan
yang berlaku
b.
Perbuatan
dan/atau perjanjian yang bertujuan untuk eksport dan tidak mengganggu kebutuhan
atau pasokan dalam negeri.
B. KOMISI
PENGAWASAN PERSAINGAN USAHA
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)
adalah sebuah lembaga independen di Indonesia yang dibentuk untuk memenuhi
amanat Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan
persaingan usaha tidak sehat. KPPU merupakan lembaga independen yang terlepas
dari pengaruh dan kekuasaan pemerintah serta pihak lainnya atau
dengan kata lain KPPU hanya bertanggung jawab kepada Presiden.
1)
Visi dan
Misi KPPU
Komisi Pengawas
Persaingan Usaha dalam melaksankan tugas dan wewenangnya memerlukan adanya arah
pandang yang jelas, sehingga apa yang menjadi tujuannya dapat dirumuskan dengan
seksama dan pencapaiannya dapat direncanakan dengan tepat dan terinci. Adapun
arah pandang KPPU tersebut kemudian dirumuskan dalam suatu visi dan misi KPPU
sebagai berikut:
a.
Visi KPPU
:
Visi KPPU
sebagai lembaga independen yang mengemban amanat UU No. 5 Tahun 1999 adalah
“Terwujud Ekonomi Nasional yang Efisies dan Berkeadilan untuk Kesejahteraan
Rakyat”.
b.
Misi KPPU
Untuk mewujudkan visi tersebut di atas, maka
dirumuskan misi KPPU sebagai berikut:
·
Mewujudkan mental persaingan usaha yang
sehat;
·
Mewujudkan penegakan hukum persaingan usaha;
·
Mewujudkan perjanjian kemitraan yang sehat
dikalangan pelaku usaha besar, mikro, kecil dan menengah serta koperasi; dan
·
Mewujudkan kelembagaan yang kredibel dan
akuntabel
2)
Tugas dan Wewenang
Undang-undang No. 5 Tahun 1999 menjelaskan bahwa tugas
dan wewenang Komisi Pengawas Persaingan Usaha adalah sebagai berikut:
Tugas
1.
Melakukan penilaian terhadap perjanjian yang
dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak
sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 16;
2.
Melakukan penilaian terhadap kegiatan usaha
dan atau tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek
monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam Pasal
17 sampai dengan Pasal 24;
3.
Melakukan penilaian terhadap ada atau tidak
adanya penyalahgunaan posisi dominan yang dapat mengakibatkan terjadinya
praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam
Pasal 25 sampai dengan Pasal 28;
4.
Mengambil tindakan sesuai dengan wewenang
Komisi sebagaimana diatur dalam Pasal 36;
5.
Memberikan saran dan pertimbangan terhadap
kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan praktek monopoli dan atau persaingan
usaha tidak sehat;
6.
Menyusun pedoman dan atau publikasi yang
berkaitan dengan Undang-undang ini;
7.
Memberikan laporan secara berkala atas hasil
kerja Komisi kepada Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat.
Wewenang
1.
Menerima laporan dari masyarakat dan atau
dari pelaku usaha tentang dugaan terjadinya praktek monopoli dan atau
persaingan usaha tidak sehat;
2.
Melakukan penelitian tentang dugaan adanya
kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan
terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;
3.
Melakukan penyelidikan dan atau pemeriksaan
terhadap kasus dugaan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat
yang dilaporkan oleh masyarakat atau oleh pelaku usaha atau yang ditemukan oleh
Komisi sebagai hasil penelitiannya;
4.
Menyimpulkan hasil penyelidikan dan atau
pemeriksaan tentang ada atau tidak adanya praktek monopoli dan atau persaingan
usaha tidak sehat;
5.
Memanggil pelaku usaha yang diduga telah
melakukan pelanggaran terhadap ketentuan undang-undang ini;
6.
Memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli,
dan setiap orang yang dianggap mengetahui pelanggaran terhadap ketentuan
undang-undang ini;
7.
Meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan
pelaku usaha, saksi, saksi ahli, atau setiap orang sebagaimana dimaksud huruf e
dan huruf f, yang tidak bersedia memenuhi panggilan Komisi;
8.
Meminta keterangan dari instansi Pemerintah
dalam kaitannya dengan penyelidikan dan atau pemeriksaan terhadap pelaku usaha
yang melanggar ketentuan undang-undang ini;
9.
Mendapatkan, meneliti, dan atau menilai
surat, dokumen, atau alat bukti lain guna penyelidikan dan atau pemeriksaan;
10. Memutuskan
dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian di pihak pelaku usaha lain atau
masyarakat;
11. Memberitahukan
putusan Komisi kepada pelaku usaha yang diduga melakukan praktek monopoli dan
atau persaingan usaha tidak sehat;
12. menjatuhkan
sanksi berupa tindakan administratif kepada pelaku usaha yang melanggar
ketentuan Undang-undang ini.
C.
SANKSI PRAKTEK MONOPOLI
DAN PERSAINGAN TIDAK SEHAT
Bagian Pertama Tindakan
Administratif (Pasal 47)
1.
Komisi berwenang menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif
terhadap pelaku usaha yang melanggar ketentuan Undang-undang ini.
2.
Tindakan administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dapat berupa:
a)
Penetapan pembatalan perjanjian sebagaimana dimaksuddalam Pasal 4
sampai dengan Pasal 13, Pasal 15, dan Pasal16; dan atau
b)
Perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan integrasivertikal
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14; dan atau
c)
Perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan kegiatanyang
terbukti menimbulkan praktek monopoli dan ataumenyebabkan persaingan usaha
tidak sehat dan atau merugikan masyarakat; dan atau
d)
Perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan penyalahgunaan
posisi dominan; dan atau
e)
Penetapan pembatalan atas penggabungan atau peleburan badan usaha
dan pengambil alihan saham sebagaimana dimaksud dalam Pasala 28; dan atau
f)
Penetapan pembayaran ganti rugi; dan atau
g)
Pengenaan denda serendah-rendahnya Rp 1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp25.000.000.000,00 (dua puluh
lima miliar rupiah)
Bagian Kedua Pidana Pokok (Pasal 48)
1.
Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 4, Pasal 9 sampai denganPasal
14, Pasal 16 sampai dengan Pasal 19, Pasal 25, Pasal 27, danPasal 28 diancam
pidana denda serendah-rendahnya Rp25.000.000.000 (dua puluh lima miliar rupiah)
dan setinggi-tingginya Rp100.000.000.000 (seratus miliar rupiah), atau pidana kurungan
pengganti denda selama-lamanya 6 (enam) bulan.
2.
Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 5 sampai dengan Pasal 8,
Pasal 15, Pasal 20 sampai dengan Pasal 24, dan Pasal 26 Undang-Undang ini
diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp5.000.000.000 ( lima miliar rupiah)
dan setinggi-tingginya Rp25.000.000.000 (dua puluh lima miliar rupiah), atau
pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 5 (lima) bulan.
3.
Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 41 Undang-undang ini diancam
pidana denda serendah-rendahnya Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah) dan
setinggi-tingginya Rp5.000.000.000 (lima miliar rupiah), atau pidana kurungan
pengganti denda selama-lamanya 3 (tiga) bulan.
Bagian Ketiga Pidana Tambahan (Pasal 49) Sanksi tambahan sesuai
dalam Pasal 48 juga dapat dikenakan pidana berupa:
a)
Pencabutan izin usaha; atau
b)
Larangan kepada pelaku usaha yang telah terbukti
melakukan pelanggaran terhadap undang-undang ini untuk menduduki
jabatan direksi/komisaris sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan selama-lamanya
5(lima) tahun; atau
c) Penghentian kegiatan
atau tindakan tertentu yang menyebabkantimbulnya kerugian pada pihak lain.
1.
PENGERTIAN SENGKETA
Sengketa dapat
terjadi pada siapa saja dan dimana saja. Sengketa dapat terjadi antara individu
dengan individu, antara individu dengan kelompok, antara kelompok dengan
kelompok, antara perusahaan dengan perusahaan, antara perusahaan dengan negara,
antara negara satu dengan yang lainnya, dan sebagainya. Dengan kata lain,
sengketa dapat bersifat publik maupun bersifat keperdataan dan dapat terjadi
baik dalam lingkup lokal, nasional maupun internasional.
Sengketa adalah
suatu situasi dimana ada pihak yang merasa dirugikan oleh pihak lain, yang
kemudian pihak tersebut menyampaikan ketidakpuasan ini kepada pihak kedua. Jika
situasi menunjukkan perbedaan pendapat, maka terjadi lah apa yang dinamakan
dengan sengketa. Dalam konteks hukum khususnya hukum kontrak, yang dimaksud
dengan sengketa adalah perselisihan yang terjadi antara para pihak karena
adanya pelanggaran terhadap kesepakatan yang telah dituangkan dalam suatu
kontrak, baik sebagian maupun keseluruhan. Dengan kata lain telah terjadi
wanprestasi oleh pihak-pihak atau salah satu pihak (Nurnaningsih Amriani, 2012:
12).
Menurut
Nurnaningsih Amriani (2012: 13), yang dimaksud dengan sengketa adalah
perselisihan yang terjadi antara pihak-pihak dalam perjanjian karena adanya
wanprestasi yang dilakukan oleh salah 17 18 satu pihak dalam perjanjian. Hal
yang sama juga disampaikan oleh Takdir Rahmadi (2011: 1) yang mengartikan bahwa
konflik atau sengketa merupakan situasi dan kondisi di mana orang-orang saling
mengalami perselisihan yang bersifat faktual maupun perselisihan perselisihan yang
ada pada persepsi mereka saja.
Dengan demikian,
yang dimaksud dengan sengketa ialah suatu perselisihan yang terjadi antara dua
pihak atau lebih yang saling mempertahankan persepsinya masing-masing, di mana
perselisihan tersebut dapat terjadi karena adanya suatu tindakan wanprestasi
dari pihak-pihak atau salah satu pihak dalam perjanjian.
2. CARA-CARA PENYELESAIAN SENGKETA
Pada umumnya beberapa cara yang dapat
dipilih dibedakan melalui pengadilan atau di luar pengadilan seperti negosiasi,
mediasi, arbitrase dan lain-lain,
yang sering disebut sebagai alternatif penyelesaian sengketa (APS).
a)
Negosiasi
Negosiasi merupakan komunikasi dua arah yang
dirancang untuk mencapai kesepakatan pada saat kedua belah pihak memiliki
berbagai kepentingan yang sama maupun yang berbeda. Negosiasi sebagai sarana
bagi para pihak yang bersengketa untuk mendiskusikan penyelesaiannya tanpa
keterlibatan pihak ketiga sebagai penengah, sehingga tidak ada prosedur baku,
akan tetapi prosedur dan mekanismenya diserahkan kepada kesepakatan para pihak
yang bersengketa tersebut. Penyelesaian sengketa sepenuhnya dikontrol oleh para
pihak, sifatnya informal, yang dibahas adalah berbagai aspek, tidak hanya
persoalan hukum saja.
Dalam praktik, negosiasi
dilakukan karena 2 (dua) alasan, yaitu:
a)
untuk mencari sesuatu yang baru yang tidak dapat dilakukannya
sendiri, misalnya dalam transaksi jual beli, pihak penjual dan pembeli saling
memerlukan untuk menentukan harga, dalam hal ini tidak terjadi sengketa
b)
untuk memecahkan perselisihan atau sengketa yang timbul di
antara para pihak. Dengan demikian, dalam negosiasi, penyelesaian sengketa
dilakukan sendiri oleh pihak yang bersengketa, tanpa melibatkan pihak ketiga
sebagai penengah.
c)
Mediasi
Mediasi adalah upaya penyelesaian
sengketa dengan melibatkan pihak ketiga (mediator) yang netral, yang tidak memiliki kewenangan
mengambil keputusan, yang membantu pihak-pihak yang bersengketa mencapai
penyelesaian (solusi) yang diterima oleh kedua belah pihak.Peran
mediator membantu
para pihak mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa dengan cara tidak
memutus atau memaksakan pandangan atau penilaian atas masalah-masalah selama
proses mediasi berlangsung
d)
Arbitrase
Arbitrase
merupakan cara penyelesaian sengketa di luar peradilan, berdasarkan pada
perjanjian arbitrase yang dibuat oleh para pihak, dan dilakukan oleh arbiter
yang dipilih dan diberi kewenangan mengambil keputusan. Arbitrase merupakan
pilihan yang paling menarik, khususnya bagi kalangan pengusaha. Bahkan,
arbitrase dinilai sebagai suatu "pengadilan pengusaha" yang
independen guna menyelesaikan sengketa yang sesuai dengan keinginan dan
kebutuhan mereka. Arbitrase
digunakan untuk mengantisipasi perselisihan yang mungkin terjadi maupun yang
sedang mengalami perselisihan yang tidak dapat diselesaikan secara
negosiasi/konsultasi maupun melalui pihak ketiga serta untuk menghindari
penyelesaian sengketa melalui Badan Peradilan yang selama ini dirasakan
memerlukan waktu yang lama. suatu putusan arbitrase baru dapat dilaksanakan apabila
putusan tersebut telah didaftarkan ke Pengadilan Negeri (lihat Pasal 59 ayat (1)
dan (4) UU No.30/1999). Dalam hal para pihak sepakat untuk penyelesaian
sengketa melalui arbitrase, maka sengketa tidak dapat diselesaikan melalui
pengadilan.
e) Litigasi
Proses penyelesaian
sengketa yang dilaksanakan melalui pengadilan atau yang sering disebut dengan
istilah “Litigasi”,
yaitu suatu penyelesaian sengketa yang dilaksanakan dengan proses beracara di
pengadilan di mana kewenangan untuk mengatur dan memutuskannya dilaksanakan
oleh hakim. Litigasi merupakan proses penyelesaian sengketa di pengadilan, di
mana semua pihak yang bersengketa saling berhadapan satu sama lain untuk
mempertahankan hak-haknya di muka pengadilan. Prosedur dalam jalur litigasi ini
sifatnya lebih formal dan teknis, menghasilkan kesepakatan yang bersifat menang
kalah, cenderung menimbulkan masalah baru, lambat dalam penyelesaiannya,
membutuhkan biaya yang mahal, tidak responsif dan menimbulkan permusuhan
diantara para pihak yang bersengketa.
f) Konsiliasi
Konsiliasi adalah usaha
mempertemukan keinginan pihak yang berselisih untuk mencapai suatu penyelesaian
dengan melibatkan pihak ketiga (konsiliator). Dalam menyelesaikan perselisihan,
konsiliator berhak menyampaikan pendapat secara terbuka tanpa memihak siapa
pun. Konsiliator tidak berhak membuat keputusan akhir dalam sengketa untuk dan
atas nama para pihak karena hal tsb diambil sepenuhnya oleh pihak yang
bersengketa.
4.
PERBANDINGAN ANTARA PERUNDINGAN, ARBITRASE DAN LIGITASI
a) Negosiasi
atau perundingan
Negosiasi adalah cara
penyelesaian sengketa dimana para pihak yang bersengketa saling melakukan
kompromi untuk menyuarakan kepentingannya. Dengan cara kompromi tersebut
diharapkan akan tercipta win-win solution dan akan mengakhiri sengketa tersebut
secara baik.
b) Arbitrase
Arbitrase adalah cara
penyelesaian sengketa yang mirip dengan litigasi, hanya saja litigasi ini bisa
dikatakan sebagai "litigasi swasta" dimana yang memeriksa perkara
tersebut bukanlah hakim tetapi seorang arbiter. Beberapa keunggulan arbitrase
dibandingkan litigasi antara lain:
·
Arbitrase relatif lebih terpercaya karena
Arbiter dipilih oleh para pihak yang bersengketa. Arbiter dipilih oleh para
pihak sendiri dan merupakan jabatan yang tidak boleh dirangkap oleh pejabat
peradilan manapun.
·
Arbiter merupakan orang yang ahli di
bidangnya sehingga putusan yang dihasilkan akan lebih cermat. Dalam
Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa dinyatakan bahwa salah
satu syarat untuk menjadi arbiter adalah berpengalaman aktif di bidangnya
selama 15 tahun. Hal ini tentunya berbeda dengan hakim yang mungkin saja tidak
menguasai bidang yang disengketakan sehingga harus belajar bidang tersebut
sebelum memeriksa perkara.
·
Kepastian Hukum lebih terjamin karena
putusan arbitrase bersifat final dan mengikat para pihak.
Kelemahannya antara lain :
·
Biaya yang relatif mahal karena honorarium
arbiter juga harus ditanggung para pihak (atau pihak yang kalah)
·
Putusan Arbitrase tidak mempunyai kekuatan
eksekutorial sebelum didaftarkan ke Pengadilan Negeri.
·
Ruang lingkup arbitrase yang terbatas
hanya pada sengketa bidang komersial (perdagangan, ekspor-impor, pasar modal,
dan sebagainya)
c) Litigasi
Litigasi adalah sistem
penyelesaian sengketa melalui lembaga peradilan. Sengketa yang terjadi dan
diperiksa melalui jalur litigasi akan diperiksa dan diputus oleh hakim. Melalui
sistem ini tidak mungkin akan dicapai sebuah win-win solution (solusi yang
memperhatikan kedua belah pihak) karena hakim harus menjatuhkan putusan dimana
salah satu pihak akan menjadi pihak yang menang dan pihak lain menjadi pihak
yang kalah. Kebaikan dari sistem ini adalah :
·
Ruang lingkup pemeriksaannya yang lebih
luas (karena sistem peradilan di Indonesia terbagi menjadi beberapa bagian yaitu
peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer dan peradilan Tata Usaha
Negara sehingga hampir semua jenis sengketa dapat diperiksa melalui jalur ini)
·
Biaya yang relatif lebih murah (salah satu
azas peradilan Indonesia adalah sederhana, cepat dan murah).
Kelemahan dari sistem ini adalah:
·
Kurangnya kepastian hokum
Karena
terdapat hierarki pengadilan di Indonesia yaitu Pengadilan Negeri, Pengadilan
Tinggi dan Mahkamah Agung dimana jika Pengadilan Negeri memberikan putusan yang
tidak memuaskan salah satu pihak, pihak tersebut dapat melakukan upaya hukum
banding ke Pengadilan Tinggi atau kasasi ke Mahkamah Agung sehingga butuh waktu
yang relatif lama agar bisa berkekuatan hukum tetap.
·
Hakim yang "awam"
Pada
dasarnya hakim harus paham terhadap semua jenis hukum. namun jika sengketa yang
terjadi pada bidang yang tidak dikuasai oleh hakim, maka hakim tersebut harus
belajar lagi. Hal ini dikarenakan para pihak tidak bisa memilih hakim yang akan
memeriksa perkara. Tentunya hal ini akan mempersulit penyusunan putusan yang
adil sesuai dengan bidang sengketa. Hakim juga tidak boleh menolak untuk
memeriksa suatu perkara karena hukumnya tidak ada atau tidak jelas. Jadi tidak
boleh ada hakim yang menolak perkara. apalagi hanya karena dia tidak menguasai
bidang sengketa tersebut.
0 komentar:
Posting Komentar